oleh: ust mukhlish
<b><i>Dan Dirikanlah shalat dan tunaikan zakat, dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah : 2 ; 110)</i></b>
Kunci kebahagiaan adalah kebaikan. Kebaikan yang kita kerjakan akan berdampak sangat besar terhadap apa yang akan terjadi kepada kita ke depan. Kebaikan itu adalah investasi, baik untuk kita nikmati di dunia lebih-lebih di akhirat di mana kita sangat memerlukan kebahagiaan, kebahagiaan yang diberikan Allah SWT.
Rasulullah pernah berpesan, <i>Jika anda menggenggam sebutir benih, dan esok kiamat, maka tanamlah benih itu, anda akan mendapat pahala</i>. Sebab kebaikan dimensinya selalu ganda, ia akan berdapak positif buat diri sipelaku dan ia juga melahirkan kebaikan buat orang-orang yang ada di sekitarnya.
Betapa dalam pesan Nabi di atas. Jika sebuah kebaikan tidak atau belum tentu bermanfaat buat orang lain dan itu sangat jarang bahkan hampir tidak ada, maka pastinya kebaikan itu akan berguna buat kita yang melakukannya. Demikian pula dengan kejahatan. Ia juga berimplikasi buat sipelaku dan orang lain termasuk yang tidak berbuat dan tidak respek dengan perbuatan itu. Allah berfirman dalam Al-Qur’an : “<i>Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarrah, niscaya ia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah, niscata dia akan melihat (balasannya)” </i>(QS. Az-Zalzalah ; 99 : 7-8).
Alkisah ada seorang dermawan yang berkeinginan untuk berbuat kebaikan. Dia telah menyiapkan sejumlah uang yang akan dia berikan kepada beberapa orang yang ditemuinya.
Pada suatu kesempatan dia bertemu dengan seseorang maka langsung saja dia menyerahkan uang yang dimilikinya kepada orang tersebut. Pada keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang penjahat beringas. Mendengar kabar ini si dermawan hanya mengatakan” Ya Allah aku telah memberikan uang kepada seorang penjahat” Di lain waktu, dia kembali bertemu dengan seseorang, si dermawan pada hari itu juga telah berniat untuk melakukan kebaikan. Ia dengan segera memberikan sejumlah uang kepada orang tersebut. Keesokan harinya tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan uang kepada seorang koruptor. Mendapat kabar ini si dermawan hanya berkata “Ya Allah aku telah memberikan uang kepada koruptor”.
Si dermawan ini tidak berputus asa, ketika dia bertemu dengan seseorang dengan segera dia menyerahkan sejumlah uang yang memang telah disiapkannya. Maka esok harinya pun tersiar kabar bahwa ada seseorang yang telah memberikan sejumlah uang kepada seorang kaya raya. Mendengar hal ini si dermawan hanya berkata. ” Ya Allah aku telah memberikan uang kepada penjahat, koruptor dan seorang yang kaya raya”.
Sekilas kita bisa menyimpulkan bahwa si dermawan ini adalah seorang yang “Ceroboh” Asal saja dia memberikan uang yang dimilikinya kepada orang yang tidak tepat, padahal jika dia lebih teliti maka niat baiknya itu bisa lebih berguna tersalurkan kepada orang yang memang membutuhkan. Tapi ternyata suatu niat yg baik pasti akan berakhir dengan baik, pun begitu pula dengan “kecerobohan” si dermawan.
Uang yg diberikannya kepada sang penjahat ternyata mampu menyadarkannya bahwa di dunia ini masih ada orang baik, orang yg peduli dengan lingkungan sekitarnya. Penjahat ini bertobat dan menggunakan uang pemberian sang dermawan sebagai modal usaha. Sementara sang koroptor, uang cuma-cuma yg diterimanya ternyata menyentuh hati nuraninya yang selama ini telah tertutupi oleh keserakahan, dia menyadari bahwa hidup ini bukanlah tentang berapa banyak yang bisa kita dapatkan. Dia bertekad mengubah dirinya menjadi orang yang baik, pejabat yang jujur dan amanah. Sementara itu pemberian yg diterima oleh si kaya raya telah menelanjangi dirinya, karena selama ini dia adalah seorang yang kikir, tak pernah terbesit dalam dirinya untuk berbagi dengan orang lain, baginya segala sesuatu harus lah ada timbal baliknya. Dirinya merasa malu kepada si dermawan yang dengan kesederhananya ternyata masih bisa berbagi dengan orang lain. Tidak akan ada yang berakhir dengan sia-sia terhadap sutau kebaikan. Karena kebaikan akan berakhir pula dengan kebaikan. Hidup ini bukanlah soal berapa banyak yang bisa kita dapatkan, tapi berapa banyak yang bisa kita berikan. (Dinukil dari sebuat artikel online)
Ada pesan Nabi yang lain buat kita yang itu betul-betul telah terbukti dalam sepanjang perjalanan hidupnya telah menjadi prinsip beliau. Kata Nabi <i>”Khairu an-nasi anfauhum li an-nasi”</i>. Artinya adalah ”Sebaik-baiknya manusia adalah orang-orang yang paling bermanfaat buat orang lain”.
Dalam sebuah firman, Allah menjanjikan kelapangan bagi hambanya yang gemar berbuat baik. “<i>Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas</i>.” (QS. Az-Zumar [39]: 10) Jadi, sesungguhnya perbuatan baik itu adalah sumber harapan dan kesentosaan bagi kehidupan kita.
Mengapa kebahagiaan hakiki hanya bisa diraih melalui perbuatan baik? Sebab, kebahagiaan dan perbuatan baik itu sama-sama bersumber dari hati nurani (nurani, bersifat nur atau terang). Jadi, secara alamiah keduanya memang saling mensyaratkan. Jika kita ingin bahagia, kita harus berbuat baik. Jika kita berbuat baik, kita akan bahagia.
Dengan demikian, jika Allah memerintahkan kita untuk berbuat baik, Dia sebenarnya hanya mengingatkan kita bahwa pada hakikatnya kita ditakdirkan sebagai makhluk yang baik. Dengan kata lain, berbuat baik adalah sesuatu yang manusiawi yang sejalan dengan sifat dasar manusia sehingga perbuatan jahat dengan sendirinya merupakan hal yang bertentangan dengan fitrah manusia itu sendiri.
Dari sudut pandang tersebut, maka perintah Allah kepada kita untuk berbuat baik bukanlah untuk kepentingan-Nya, melainkan untuk kepentingan kita sendiri. Hal ini merupakan manifestasi dari sifat-Nya sebagai al-Ghaniy (Yang Maha-kaya), yang sedikit pun tidak membutuhkan sesuatu dari makhluk-Nya, termasuk dari manusia.
Dengan demikian, setiap perbuatan baik yang kita lakukan adalah semata-mata untuk kepentingan kita sendiri, demi kebahagiaan kita sendiri. Dan sebaliknya, atas setiap perbuatan jahat yang kita lakukan, maka kita sendirilah yang akan menuai dampak buruknya.
Dalam sebuah firman Allah menjelaskan, “<i>Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri</i>.” (QS. Fushilat [41]:46)
Terakhir bahwa, Tahun baru hijriyah baru berjalan di bulan pertamanya di Muharram, mari kita awali tahun ini dengan menyucikan diri kita dan menyampakkan darinya segala hal yang menyebabkan murka Allah sementara untuk masehi hari ini adalah penghujung 2010, besok awal 2011. Keduanya adalah waktu, ia penting bagi orang yang beriman, bagi para pejuang kebaikan dan orang-orang yang gemar saling nasehat-menasehati di jalan kebajikan dan kesabaran. (QS. Al-Ashr ; 103 : 1-3)
Kata Andrew Jackson, <i>“Take time to deliberate; but when the time for action arrives, stop thinking and go in”</i> (Ambil waktu untuk merencanakan, tetapi jika tiba waktunya untuk bertindak, berhenti berpikir dan maju terus).
Demikian, <i>Wallahu A’lam bi al-shawab.</i>
Batusangkar, Jum’at dipenghujung tahun.
1432H, 2011M = TAHUN KEBAIKAN
Kamis, 07 April 2011
Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : youremail@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...
Label:
artikel ustadz
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar